Warga RI Masih Rajin Belanja Walau Ada Hantu Resesi, Tapi…
“Belanja masyarakat dari Juli hingga September flat. Kita membaca belanja masyarakat cukup resilient,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (4/10/2022).
Yudo mengatakan, sepanjang kuartal II 2022, pertumbuhan belanja masyarakat lebih banyak didorong oleh pertumbuhan volume ketimbang harga. Memasuki kuartal III 2022, setelah harga-harga mulai naik menyebabkan perlambatan pertumbuhan belanja.
“Inflasi membuat masyarakat menata ulang belanja mana yang prioritas dan tidak, ini terlihat tertahan tak seperti periode sebelumnya,” tuturnya.
Menurutnya, efek antisipasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mendorong masyarakat untuk menahan kegiatan berbelanja. Sehingga, belanja bukan kebutuhan pokok mengalami perlambatan.
“Kelompok belanja retail cenderung stabil, belanja sekunder seperti leisures terus melemah, sementara belanja terkait
mobility kembali naik pasca-kenaikan BBM,” ungkapnya
Setelah adanya kebijakan pengurangan subsidi BBM, kelompok masyarkat menengah cenderung mengurangi belanja. Hal itu tecermin dari perilaku masyarakat pada tiga minggu setelah kenaikan harga BBM, yang mana tingkat belanja per orang kelompok menengah terus turun.
“Secara volume kalau kita lihat meski harga naik, kita simpulkan bahwa belanja masyarakat masih resilient di antara kenaikan harga-harga dan memilih belanja yang penting dan tak penting,” ungkapnya.
Yuado menambahkan, sektor ritel saat ini cenderung stabil karena ditopang oleh makanan dan minuman, termasuk supermarket dan restoran. Sementara itu, untuk pakaian atau fesyen mengalami perlambatan.
Antara beban yang relatif tinggi dan kompensasi, dalam hal ini Bantuan Langsung Tunai (BLT) memiliki daya ungkit terbatas dan menjadi penyebab perlambatan belanja. Meskipun BLT sangat membantu daya beli, namun dampaknya hanya terbatas.
“Masyarakat melakukan menata ulang mana yang penting dan tak penting. Fesyen dikurangi oleh masyarakat,” sebutnya.
Leave a Reply